Amalan yang terbaik dan paling afdhal adalah mengerjakan shalat pada awal waktunya. Dalam kitab fiqh dijelaskan bahwa sunnat hukumnya mengerjakan shalat pada awal waktunya. Sunnat ini memberikan makna bahwa mengerjakannya pada awal-awal waktu mempunyai kelebihan yang luarbiasa baik dari sisi fahala maupun dari sisi hal lainnya.
Tentang sholat di awal waktu sebagai amalan terbaik, ada dalil yangj menjelasakannya. Ini adalah hadist Ibnu Mas’ud RA, beliau bertanya kepada Rasulullah SAW. “Amalan apa yang paling afdhal?” dan Rasulullah SAW. menjawab “shalat pada awal waktunya”. Berikut bunyi hadist tersebut.
حديث ابن مسعود: سألت النبى صلم. أى الاعمال أفضل, قال الصلاة لاول وقتها. رواه الدار قطنى وغيره
Artinya: Ibnu mas’ud bertanya kepada Rasulullah SAW. Amalan apa yang laing afhdal? Rasulullah SAW. menjawab “shalat pada awal waktunya”. HR Dara Quthini dan Lainnya.
Imam Hakim mengatakan bahwa hadist tersebut adalah atas syarat Bukhari Muslim. Namun ada perbedaan makna dalam Hadist riwayat bukhari muslim. Dalam Kitab bukhari dan Muslim di riwayatkan dengan kalimat “لوقنها” bukan dengan kalimat “لاول وقتها”.
Karena shalat dan amalan terbaik adalah shalat pada awal waktu, maka begitu masuk waktu shalat seseorang segera menyibukkan dirinya dengan sebab-sebab shalat seperti bersuci, menutup aurat dan hal-hal lain seumpamanya hingga ia berdiri mengerjakan shalat.
Hadist ini tidak hanya berlaku pada shalat tertentu saja, namun juga berlaku untuk semua shalat bahkan shalat isya sekalipun, ia tetap lebih afdhal di kerjakan di awal waktunya.
Baca juga: Hadist tentang shalat lima waktu
Memang ada pendapat yang mengatakan bahwa shalat isya afdhal di kerjakan di akhir waktu, maksudnya selama tidak melewati waktu ikhtiyar shalat ‘isya.
Ini bersandar kepada hadist Bukhari Muslim dari Abi Barzah. Beliau mengatakan bahwa Rasulullah SAW suka mengerjakan shalat ‘Isya di akhir waktunya. Berikut redakasinya:
كان رسول الله صلم. يستحب أن يئخر العشاء
Artinya: “Rasulullah SAW menyukai shalat ‘Isya pada akhir waktunya”
Namun pendapat ini adalah dha’if (lemah). Kenapa demikian? Ini di jelaskan dalam kitab Syarah Muhazzab karangan Imam Nawawi.
Dalam kitab tersebut di ulas bahwa mengerjakan shalat pada awal waktunya adalah hal yang menjadi rutinitas Nabi SAW, artinya Rasulullah SAW (مواظبة) selalu melakukan shalat di awal waktu dan ini yang di sukai Rasulullah SAW.
Lebih lanjut, dalam Hasyiah Qalyubi di jelaskan bahwa hadist Bukhari Muslim dari Abi Barzah ini bukanlah hadist atau sabda Rasulullah SAW, ini hanyalah khabar perawi hadist yang muncul dari pehamannya tentang Rasulullah SAW mengakhirkan shalat ‘isya sesekali.
Sebenarnya, Rasulullah SAW melakukan ini karena untuk menyatakan Jawaz “boleh” di kerjakan di akhir waktu, sebab di pahami dari muwadhabahnya Nabi mengerjakan isya di awal waktu bahwa shalat ini harus tidak boleh di kerjakan pada akhir waktu. Maka Rasulullah SAW sesekali mengerjakannya di akhir waktu untuk menyatakan kebolehannya.
Jadi, jadi hadist yang dijadikan sebagai sandaran untuk menyatakan afdhal shalat isya di akhir waktu tertolak dengan hadist Muwadhabahnya atau rutinnya Rasulullah SAW mengerjakan shalat isya di awal waktu.
Demikian juga tertolak pendapat yang mengatakan bahwa hadist di atas di ibaratkan dengan fiel mudharek (يستحب) yang memberikan faedah dawam atau selamanya Rasulullah SAW. mencintai shalat isya di akhir waktu. Lih. hasyiah qalyubi hal.116.