Kita mengetahui bahwa khutbah adalah esensi daripada pelaksanaan jum’at dan jika khutbah tidak di bacakan maka tidak sah jum’at atau sholat jum’at. Namun kita sering kali melihat bahwa beberapa orang berbicara saat khutbah berlangsung, mungkin karena ada keperluan dengan temannya atau hanya sekedar bercanda dengan teman. Nah, apa hukum berbicara saat khutbah sedang di bacakan oleh khatib?
Hukum Berbicara Saat Khutbah Berlangsung
Berbicara bagi jamaah saat sedang khutbah dibacakan hukum adalah makruh, ini sebagaimana penjelasan dalam mazhab Syafi’e. Hukum makruh ini berdasarkan pemahaman dari ayat:
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Apabila di bacakan khutbah (quran) maka dengarkanlah dengan seksama sehingga kamu mendapat rahmat”.(Surat Al-A’raf, ayat 204)
Demikian juga bunyi sebuah hadits:
إذَا قُلْت لِصَاحِبِك أَنْصِتْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
Artinya: Jika kamu katakan kepada temanmu “anshit” atau diamlah pada hari jum’at saat khatib sedang membacakan khutbah, maka kamu sudah mengatakan sesuatu yang sia-sia.
Kalimat “laghauta” memiliki banyak pemahaman. Diantaranya ada yang mengatakan bahwa maknanya adalah tidak pahalanya, batal keutamaan jum’at dan berubah jum’atnya menjadi dhuhur. Maksud jum’at menjadi dhuhur adalah jum’atnya sah namun ia tidak mendapatkan keutamaan Jum’at.
Syeikh Jaluddin As-Sayuthi dalam kitab Hasyiyah al-Suyuthi ‘ala Sunan al-Nasa’i, juz 2, hal. 452 menegaskan bahwa:
قَالَ النَّضْر بْن شُمَيْلٍ مَعْنَاهُ خِبْت مِنْ الْأَجْر وَقِيلَ بَطَلَتْ فَضِيلَة جُمْعَتك وَقِيلَ صَارَتْ جُمْعَتك ظُهْرًا قَالَ الْحَافِظ اِبْن حَجَر وَيَشْهَد لِلْقَوْلِ الْأَخِير حَدِيث أَبِي دَاوُدَ مَنْ لَغَا وَتَخَطَّى رِقَاب النَّاس كَانَتْ لَهُ ظُهْرًا قَالَ اِبْن وَهْب أَحَد رُوَاته مَعْنَاهُ أَجْزَأَتْ عَنْهُ الصَّلَاة وَحُرِمَ فَضِيلَة الْجُمْعَة
Artinya: Nadhar bin Syumail mengatakan bawah arti dari hadits tersebut adalah kamu merugi dari sisi pahalanya. Ada yang mengatakan batal fadhilah jum’atnya, dan ada juga yang mengatakan jum’atmu jadi dhuhur, dan berkatakan al Hafidh ibnu Hajar al asqalani menyebutkan bahwa pendapat terakhir di dukung oleh hadits Abu Daud, “Siapa saja yang berkata sia-sia dan melangkahi bahu manusia niscaya adalah jum’atnya menjadi dhuhur. Berkata Ibnu Wahab yang merupakan salah satu perawi hadits. Maknanya adalah memadai sholat jum’at baginya namun di halangkan dari keutamaan Jum’at. (Syekh Jalaluddin al-Suyuthi, Hasyiyah al-Suyuthi ‘ala Sunan al-Nasa’i, juz 2, hal. 452)
Penjelsan di atas seusai dengan apa yang di katakan oleh Syekh Abdurrahman al-Mubarakfauri
قال العلماء معناه لا جمعة له كاملة للإجماع على إسقاط فرض الوقت عنه انتهى
Artinya: Para Ulama berkata, maknanya adalah ia tidak mendapatkan jum’at yang sempurna (kamilah), karena ijma’ para ulama mengatakan bahwa orang tersebut gugur kewajiban jum’at baginya. (Syekh Abdurrahman al-Mubarakfauri, Tuhfah al-Ahwadzi, juz 3, hal. 32).
Jadi, ketika fardhu jum’at sudah gugur atau sudah memadai baginya, maka jum’atnya sah. Berarti yang tidak ia dapatkan adalah keutamaan jum’at bukan diri jum’at.
Mengapa Hukum Bicara Saat Khutbah Tidak Haram
Nah, kalau kita melihat sekilas tentang ayat di atas, jelas bahwa hukum berbicara saat khatib berkhutbah adalah haram. Namun setelah kita melihat pendangan para ulama dan pemahaman ulama yang benar-benar memahami al-Quran, ternyata hukum berbicara ketika khutbah berlangsung tidak haram, hanya saja makruh dan orang tersebut tidak mendapatkan keutamaan jum’at.
Mengapa hukum bicara saat berlangsung khutbah tidak haram?
Dalam hal ini, syeikh Zakaria al-Anshari mengatakan bahwa ada sebuah hadits yang mengatakan bahwa berbicara ketika khatib khutbah tidak haram.
Lihat juga: Khutbah Idul Fitri: Ciri-Ciri Orang Sukses dalam Ramadhan
Ini seperti sebuah hadits yang di riwayatkan oleh Bukhari dan Muslim tentang seorang Baduwi yang datang saat nabi sedang berkhutbah.
Baduwi tersebut mengatakan bahwa hartanya hilang, keluarganya lapar, dan ia meminta Nabi mendo’akan mereka.
Nabi SAW tidak mengingkari hal ini, bahkan beliau mendoakan keluarganya.
Syeikh Zakaria al Anshari dalam kitabnya Asna al-Mathalib menyebutkan bahwa:
ويكره للحاضرين الكلام فيها لظاهر الآية السابقة وخبر مسلم إذا قلت لصاحبك أنصت يوم الجمعة والإمام يخطب فقد لغوت
Artinya: Di makruhkan bagi hadhiriin berkata-kata saat khutbah karena dhahir daripada ayat yang telah terdahulu, dan karena hadits Muslim terdahulu yang bunyinya, “apa bila engkau berkata kepada temanmu “ANSHIT” pada hari jum’at dan imam sedang khutbah maka sungguh telah sia-sia perbuatanmu”.
ولا يحرم للأخبار الدالة على جوازه كخبر الصحيحين عن أنس بينما النبي صلى الله عليه وسلم يخطب يوم الجمعة قام أعرابي فقال يا رسول الله هلك المال وجاع العيال فادع الله لنا فرفع يديه ودعا
Artinya: Dan hukum berbicara saat khatib khutbah tidak haram, karena ada hadits yang menunjukkan kepada bolehnya berbicara saat khutbah, seperti hadits Bukhari Muslim (shahihaini) dari Anas, ketika nabi sedang khutbah pada hari jum’at, berdirilah orang Baduwi dan berkata: Ya Rasulallah, telah hilang hartaku, telah lapar keluargaku, maka doakan kepada kami, dan rasulullah mengangkat dua tangannya dan berdo’a.
Anda juga tertarik:
Artinya, Rasulullah tidak menyangkal dan tidak melarang orabng Baduwi tersebut, bahkan beliau mendoakannya.
وجه الدلالة أنه لم ينكر عليه الكلام ولم يبين له وجوب السكوت والأمر في الآية للندب
Artinya: Sudut pandang bahwa berbicara itu tidak haram adalah dimana Rasulullah SAW tidak mengingkar terhadap perkataan Baduwi tersebut dan Rasulullah SAW juga tidak menjelaskan kepada Baduwi tentang kewajiban diam, maka perintah yang ada pada ayat tersebut adalah perintah nadab atau perintah Sunnat.