Apa yang di maksud dengan istinja? Banyak dari kalangan santri dan anak sekolahan atau masyarakat awam yang belum paham maksud istinja, hukum dan tata cara melakukan instinja yang benar. Maka pada kesempatan ini kami akan menjelaskan tentang arti istinja, hukum dan tata caranya sesuai dengan fiqh mazhab Syafi’e.
Istinja adalah bahasa Arab yang berasal dari derivasi kata Istanja – Yastanji – intinja yang artinya adalah memotong atau melepaskan diri dari kotoran. Jadi, Mustanji yang merupakan isim fael dari Istinja adalah orang yang berusaha melepaskan dirinya dari kotoran yang menempel dari badannya baik pada masalah qadha hajat atau bukan (etimologi). Ini kita artikan secara umum pada orang yang selesai dari qadha hajat.
Apa yang di Maksud dengan Istinja

Apa yang di maksud dengan istinja secara terminologi syara’? Secara istilah dalam syariat Islam, Istinja adalah membersihkan sesuatu yang keluar dari kemaluan baik dari kubul atau dubur dengan menggunakan air suci menyucikan atau menggunakan batu dan dengan syarat tertentu yang terkait pada air dan batu.
Hukum dan Alat untuk Beristinja
Hukum beristinja atau membersihkan kemaluan dari kotoran yang menepel baik kencing atau feses adalah wajib. Bahkan tabi’at manusia juga condong untuk bersih dan salah satu cara menjaga kebersihan adalah dengan menghilangkan segala bentuk kotoran yang ada pada tubuh, pakaian atau pada tempat lainnya yang di gunakan manusia.
Dalam sebuah ayat Allah berfirman:
فِيْهِ رِجَالٌ يُحِبُّوْنَ أَنْ يَتَطَهَّرُوْا وَاللهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِيْنَ (التوبة: 108)
“Didalam mesjid tersebut ada penduduk Quba yang bersuci, dan membersihkan dirinya, dan Allah mencintai orang-orang yang menyucikan dirinya.”
Dari ayat di atas kita tahu bahwa Allah menyukai dan cinta kepada hamba-Nya yang bersuci dan memberishkan dirinya dari najis.
Alat untuk Istinja (bersuci dari kotoran)
Alat yang di gunakan untuk istija tidak boleh sembarangan melainkan alat tertentu yang sudah di atur oleh syariat. Dalam hal ini syariat menyebutkan bahwa alat untuk bersuci adalah air dan batu atau bahan lain yang memiliki kesamaan sifat dengan batu dan bisa membersihkan.
Air yang di bolehkan untuk beristinja adalah air yang digunakan untuk bersuci yaitu Air muthlak. Sementara batu yang digunakan adalah batu kasar yang memungkinkan untuk membersihkan dubur atau tempat najis, bisa juga bahan lain yang kasar seperti kayu kasar, dan benda padat dan kasar lainnya yang tidak di hormatkan.
Sementara benda yang di muliakan atau di hormati tidak boleh digunakan untuk beristinja sekalipun kasar dan memungkin untuk membersihkan kubul dan dubur seperti roti, buku dan lain-lain.
Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits;
كَانَ رَسُوْلُ الله صَلىَّ الله عليه وسَلَّمَ يَدْخُلُ الْخَلاَءَ فَأَحْمِلُ أَنَا وَغُلَامٌ نَحْوِي إِدَاوَةً مِنْ مَاءٍ وعَنَزَةً فَيَسْتَنْجِي بِالْمَاءِ. (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
Artinya: Suatu hari adalah Rasulullah SAW memasuki kamar kecil (WC) maka aku (Anas Ra) dan seorang anak kecil seusia saya membawakan wadah berisi air dan satu tombak pendek, lalu Rasulullah SAW istinja dengan air tersebut. (HR Bukhari dan Muslim).
Itu adalah dalil bahwa kita beristinja dengan air. Adapun dalil beristinja dengan batu adalah hadits berikut ini yang di riwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud RA.
أَتَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّمَ الْغَائِطَ فَأَمَرَنِي أَنْ آتِيَهُ بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ، فَوَجَدْتُ حَجَرَيْنِ ولَمْ أَجِدْ ثَالِثًا. فَأَتَيْتُهُ بِرَوْثَةٍ، فَأَخَذَهُمَا وَأَلْقَى الرَّوْثَةَ، وَقَالَ: إِنَّهَا رِجْسٌ
Artinya: Suatu waktu Rasulullah SAW qadha hajat, kemudian memerintahkan saya untuk membawakan tiga batu kecil. Maka aku menemukan dua batu dan tidak menemukan tiga batu. Lalu saya mengambil kotoran binatang yang sudah kering, dan akhirnya Rasulullah SAW mengambil dua batu dan membuang kotoran kering. Beliau bersabda: Sesungguhnya kotoran bintang itu najis”. (HR al-Bukhari). (Al-Asqalani, Bulûghul Marâm, juz I, halaman 122).
Dalam riwayat yang lain ada tamabahan kalimat “I’tini bi ghairiha” berikan aku benda lain sebagai ganti dari najis kering itu. Nah, dalam memahami hadits ini berarti batu yang digunakan untuk beristinja tidak boleh kurang dari tiga butir. Namun jika ada hanya satu butir batu, para ulama mengatakan boleh apabila batu tersebut memiliki tiga segi atau tiga sudut.
Ketentuan Istinja
Cara istinja atau ketentuan istinja ada tiga metode, mulai dari yang terbaik hingga yang kurang baik. Salah satu ketentuan istinja adalah dengan menggunakan batu pada kali pertama dan kemudian menggunakan air dan ini adalah cara terbaik. Kedua; istinja dengan air saja dan ke tiga; istinja dengan batu saja.
Jika memilih antara yang kedua dan yang ketiga, maka menggunakan air saja (yang kedua) adalah yagn terbaik.
Orang yang beristinja dengan batu harus memiliki beberapa kriteria, diantaranya:
- Minimal menggunakan tiga batu atau satu batu dengan tiga sudut.
- Batu tersebut bisa membersihkan tempat (kubul dan dubur), jika belum membersihkan tempat, maka harus di tambahkan lagi
- Tidak boleh ada najis lain yang mengenai kubul atau dubur
- Najis yang keluar ketika qadha hajat tidak merembes atau melewati shafhah (lingkaran batasan dubur) dan tidak boleh melumuri hasyafah (ujung zakar).
- Najis yang di istinja bukan najis yang sudah kering
- Najis yang keluar juga tidak boleh mengenai tubuh yang lain seperti paha aau selangkangan.
Lihat juga: Hukum Bersuci dengan Air Mineral, Berwudhu’, Mandi Junub, Dll
Demikianlah beberapa syarat dan ketentuan untuk di bolehkan istinja dengan batu atau benda padat lainnya. Jika tidak memenuhi ketentuan ini, maka seseorang yang istinja harus menggunakan air dan tidak boleh menggunakan batu.
Itulah sedikit penjelasan tentang Istinja, mulai dari apa yang di maksud dengan istinja, hukum, alat istinja dan tata cara beristinja dengan air atau dengan batu.