Kitab Ihya ‘Ulumuddin merupakan maha karya Abu Hamid Al Ghazali, kitab ini termasuk kitab yang sangat lengkap, dimana didalamnya telah menjelaskan ketiga pokok ajaran dalam Islam. Ini adalah tauhid, fiqh dan tasawuf, maka ulama mengatakan tentang kehebtaan Ihya Ulumuddin, andakata kitab Al-Quran dan Hadist tidak ada, maka kitab Ihya ‘Ulumuddin siap menggantikannya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia dalam menjalani kehidupan di muka bumi ini. Ini menunjukkan bahwa kitab karangan Imam al-Ghazali ini bukan kitab biasa.
Menurut beberapa ulama, pengarah kitab Ihya Ulumuddin, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Ath-Thusi Asy-Syafi’i lahir di Kota Thus, Iran pada tahun 1058 M/450 H dan kemudian meninggal di kota yang sama pada tahun 1111 M/ 14 Jumadilakhir 505 H, beliau berusia sekitar 52–53 tahun. Ketika Imam al_ghazali menulis hadist-hadist yang ada dlama kitab Ihya, beliau selalu sowan kepada Rasulullah SAW terlebih dahulu lewat mimpinya. Dari sini menambah kuat data bahwa kitab ini sangat sakral dan menjadi sebuah maha karya yang luarbiasa untuk ummat manusia yang ingin mengkajinya.
Namun, sayangnya hanya sedikit saja yang bisa membaca kitab Ihya Ulumuddin, mereka adalah orang-orang yang sudah mapan dari sisi ilmu keagamaannya dan dari sisi gramatikal ilmu Nahwunya. Sementara kebanyakan orang suka mendengar setiap nasehat agama dengan bahasa yang sederhana dan mudah di pahami. Kitab Ihya banyak mengandung makna kiasan dan ibarat kitabnya juga tergolong mendalam sehingga untuk memahaminya dengan benar di butuhkan pengetahuan agama yang mapan. Dari sisi lain, penyampaian agama dan dakwah digalakkan dengan bahasa simpel namun bisa mengena di tambah lagi dengan begitu banyaknya kaum pelajar dan awam yang haus akan pemikiran seorang Imam al-Ghazali.
Alasan Munculnya Mauidhatul Mukminin
Maka, di mulai dari niat mulia ini yaitu ingin membumikan dan menyebarkan secara luas pemikiran Imam Ghazali yang tertera dalam kitab Ihya Ulumuddin ini, seorang Ulama Damaskus bernama Djamaluddin bin Muhammad bin Sa’id Al-Qasimi Ad-Dimasyqi mengambil inisiatif untuk meringkas kitab Ihya Ulumuddin, namun sebelumnya beliau telah melakukan pengkajian terhadap beberapa kitab Imam Ghazali lainnya. Beliau melihat bahwa kitab Ihya Ulumuddin adalah sebuah kitab yang paling memuaskan untuk di jelaskan kepada masyarakat banyak sebagai pedoman dan nasehat kehidupan bagi banyak orang. Hanya saja kitab Ihya Ulumuddin menurut beliau perlu penyerhanaan bahasa. Dalam hal ini, beliau juga pernah berkonsultasi dengan Mufti Mesir, Muhammad Abduh. Setelah niatnya kuat dan kokoh, beliau kemudian memulai karyanya ini pada tahun 1323 H/1905 M. Syeikh Jamaluddin al Qasimi lahir pada hari Senin, 8 Jumadil Ula 1283 H/1866 M di sebuah desa kecil, bernama Qāsimi, Syam, sekarang adalah Negara Suriah. Beliau meninggal pada hari Sabtu sore 23 Jumadil awal tahun 1332 H/18 April 1914 M dalam usia 48 tahun.
Setelah beberapa tahu beliau mulai meringkas, maka selesailah kitab ringkasan Ihya Ulumuddin yang beliau beri nama dengan Mauidlatul Mukminin yang artinya nasehat atau pengajaran untuk orang mukmin (orang beriman kepada Allah). Dalam kitab ini di jelaskan tentang tahapan-tahapan yang harus di gapai oleh orang beriman untuk bisa sampai kepada sukses dunia dan akhirat atau menjadi orang yang bahagian dunia akhirat.
Kitab Mauidlatul Mukminin secara umum dikatakan sebagai ringakasan terhadap kitab Ihya ‘Ulumuddin yang didalamnya sudah mencakup tiga pilar penting dalam islam yaitu menjelaskan tentang Tauhid, Syari’at dan Akhlak atau Tasawuf.
Lihat juga: Tata Cara Sholat Lengkap, Syarat, Rukun, Lafadh Niat, dan Bacaan dalam Shalat
Secara lebih rinci, kitab Ihya Ulumuddin, demikian juga dengan ringakasannya yaitu Mauidlatul Mukminin adalah kitab yang didalam berisi penjelasan tentang akidah ahlu sunah wal jamaah, berisi tentang tata cara bersuci atau thaharah, menjelasan tentang salat, zakat, puasa, naik haji kebaitullah, hukum halal-haram, tentang ilmu, adab ketika membaca Alquran, zikir, doa, makan, nikah, berprofesi, bersosial, uzlah atau menghindari kehidupan ramai untuk memfokuskan dirinya pada ketaan kepada Allah, safar (berpergian), amar makruf nahi mungkar, akhlak Nabi Muhammad Saw, termasuk juga didalamnya berisi tata cara mengendalikan hawa nafsu, menjelaskan bagaimana bahaya lisan, marah, cinta dunia, pelit, jabatan dan ria, sombong dan membanggakan diri, ghurur (tertipu), kitab tentang taubat, sabar dan syukur, khauf wa raja (takut dan berharap), zuhud, niat, muhasabah atau intropeksi diri, tafakur, dan mengingat kematian. Bisa di katakan ini adalah sitemap atau daftar isi dari kitab tersebut. Maka, wajar saja kitab ini di sebut sangat lengkap dan mampu menjadi pedoman bagi manusia.
Kitab Mauidlatul Mukminin sendiri terdiri dari dua jilid, jadi dalam satu jilidnya mewakili dari dua jilid kitab Ihya Ulumuddin karena kitab Ihya di tulis oleh Imam Ghazali sebanyak 4 jilid/juzu’. Kitab Mauidlatul Mukminin yang terdiri dari dua jilid ini dimana pada jilid pertama terdiri dari 18 bab yang di mulai dengan kata pengantar, kemudian khutbah kitab dan di lanjutkan dengan Bab 1, bab 2, bab 3, bab 4, hingga bab 18. Didalam setiap bab ada fasal-fasal yang memisahkan setiap permasalah dan di akhiri dengan daftar isi. Sementara pada jilid kedua terdiri dari 16 bab yang di mulai dengan bab 19, bab 20 hingga bab 36 dan didalam setiap bab juga ada fasal-fasalnya dan di sudahi dengan daftar isi kitab. Mauidlatul Mukminin adalah kitab ringkasan, dari Ihya Ulumuddin maka pengarangnya tidak mengubah setiap urutan bab sebagaimana dalam kitab induk yaitu Ihya Ulumuddin. Hanya saja, kitab ini di buat dengan bahasa yang lebih sederhana sehingga mudah di pahami oleh orang awam.
Demikianlah sekilas tentang ringkasan Ihya Ulumuddin atau kitab Mauidhatul Mukminin, dengan hadirnya kitab ini diharapkan menjadi kemudahan bagi semua yang ingin menggali kitab Ihya Ulumuddin namun tidak memiliki kapasitas atau kemampuan baca kitab yang memadai dari sisi kedalaman iktibar dan ibarat kitab Ihay, maka ia bisa membaca kitab ringkasannya yang lebih mudah di pahami.
Baca juga: Doa Setelah Membaca Ayat Kursi
Namun di kalangan pesantren, khususnya warga Nahdliyyin (NU) kitab Ihya sendiri menjadi kajian rutin atau kajian wajib untuk setiap santri yang sudah berada di kelas tinggi. Biasanya kitab Ihya di jadikan sebagai kitab yang di ajarkan secara rutin oleh pimpinan sebuah dayah atau pesantren untuk guru-guru atau santri senior. Disamping itu, kitab mauidhatul mukminin juga telah di jadikan sebagai kitab kajian bagi santri di pesantren-pesantren untuk mereka yag masih di kelas menengah. Alasannya adalah sebelum mereka bisa menggali kitab Ihya, namun sedikit banyaknya mereka bisa kenal dengan Ihya, maka mereka memilih untuk belajar kitab ringkasan Ihya Ulumuddin yang sudah menggunakan bahasa yang lebih sederhana dan mudah di pahami oleh santri atau masyarakat umum.